Sabtu, 07 Juli 2012

Segera Mungkin Terapkan Protokol Nagoya

Protokol Nagoya adalah instrumen untuk mencegah penggunaan sumber daya genetik tanpa memberikan kontribusi pada masyarakat lokal. Untuk itu inventarisasi dan identifikasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan.
Namun karena banyaknya keragaman hayati yang ada di Indonesia, Pemerintah belum bisa menentukan waktu penyelesaian inventarisasi dan indentifikasi ini.
Kekayaan negara ini seharusnya mampu memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan bangsa dan umat manusia pada umumnya. Oleh karena itu kekayan SDA tersebut harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk sebesar-besarnya kemakmuran bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pada tanggal 11 Mei 2011 Indonesia menandatangani Protokol Nagoya, yakni sebuah perjanjian internasional yang masih berada di dalam kerangka Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biodiversity). Perjanjian ini mengatur secara komprehensif perlindungan terhadap kekayaan keanekaragaman hayati dan menjamin pembagian keuntungan bagi pemilik sumberdaya genetik seperti Indonesia.
Guna menindaklanjuti penandatanganan protokol Nagoya tersebut maka Jumat 7 Oktober 2011 bertempat di Hotel atlet Century, Jakarta diadakan rapat Pembahasan RUU Pengesahan Protokol Nagoya yang dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian dan Lembaga terkait.  
           
Ruang lingkup dari Protokol Nagoya adalah sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya genetic. Protokol ini  merupakan suatu pengaturan internasional yang komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia sebagai negara kaya sumber daya genetik. Selain itu, Protokol Nagoya juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya pencurian hayati (biopiracy).
Protokol Nagoya memandatkan kepada setiap negara untuk melakukan upaya dalam rangka memastikan bahwa pengetahuan tradisional terkait dengan sumber daya genetik yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat dan komunitas lokal diakses dengan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) serta melibatkan masyarakat hukum adat dan komunitas lokal yang bersangkutan, dan kesepakatan bersama yang telah ditetapkan (pasal 7). Dengan demikian, mekanisme pemberian akses dengan PADIA harus disusun secara efektif melalui participatory approach agar pengampu pengetahuan tradisional terkait SDG dapat memberikan persetujuan sesuai dengan mandat Protokol Nagoya.
            Saat ini, proses ratifikasi Protokol Nagoya untuk menjadi Rancangan Undang-Undang Pengesahaan Protokol Nagoya sedang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Ruang lingkup dari Protokol Nagoya adalah sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya genetik, termasuk keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatanya. Sebagai suatu pengaturan internasional. Protokol ini dapat secara komprehensif dan efektif memberikan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia sebagai negara sumber daya genetik. Selain itu, Protokol Nagoya juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya pencurian hayati (biopiracy). Kementerian Lingkungan Hidup, dalam rangka ratifikasi Protokol Nagoya dan mempersiapkan pengaturan nasional bagi implementasinya di Indonesia meminta dukungan dan keterlibatan semua pihak, dengan memberikan masukan yang konstruktif untuk penyusunan pengaturan implementasi Protokol Nagoya di Indonesia, termasuk yang terkait dengan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik.
 
             Protokol Nagoya merupakan sebuah perjanjian internasional di dalam kerangka Konvensi Keanekaragamah Hayati. Perjanjian ini mengatur perlindungan terhadap kekayaan keanekaragaman hayati dan menjamin pembagian keuntungan bagi pemilik sumber daya genetik seperti Indonesia.
Tahun lalu Pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Lingkungan Hidup Indonesia telah menandatangani Protokol Nagoya, sebuah perjanjian internasional di dalam kerangka Konvensi Keanekaragamah Hayati (Convention on Biodiversity). Ratifikasi Protokol Nagoya menjadi pilihan yang tepat untuk mencegah pencurian sumberdaya genetik Indonesia.

Sampai saat ini terdapat 21 negara penandatangan dari 193 negara pihak pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD).Perjanjian ini mengatur perlindungan terhadap kekayaan keanekaragaman hayati dan menjamin pembagian keuntungan bagi pemilik sumberdaya genetik seperti Indonesia.

Menurut Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup, Arie Yuwono, Protokol Nagoya sangat penting bagi Indonesia ini merupakan instrument untuk mencegah pencurian sumberdaya genetik yang selama ini banyak digunakan oleh pihak lain tanpa memberikan kontribusi manfaat bagi pemilik sumberdaya genetik.
"Protokol ini sangat berguna untuk menghindari pembajakan atau pencurian sumberdaya genetik, termasuk pembagian keuntungan bersama,"kata Arie saat tampil sebagai narasumber dalam diskusi bulanan jurnalis lingkungan yang diselenggarakan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bekerjasama KLH di Jakarta (14/7).

Setelah Indonesia meratifikasi Protokol Nagoya lanjut Arie, Kementerian Lingkungan (KLH)  menjalin kemitraan dengan pihak Bea Cukai guna mengantisipasi pencurian kehati terutama mikroba yang tidak bisa dilihat secara kasak mata."Protokol Nagoya mengakui kedaulatan, jadi apa yang ada di Indonesia itu adalah milik Indonesia, terutama species endemik. Yang paling penting adalah bagaimana melindungi kekayaan hayati Indonesia, disinilah pentingnya cek poin untuk mengantisipasi pencurian genetik keluar negeri. Hingga saat ini Indonesia sebagai mega biodiversity, menempati peringkat kedua setelah Brazil. Dengan jumlah spesies tumbuhan di Indonesia termasuk dalam lima besar dunia, 55 persen diantaranya merupakan tumbuhann endemik.  Juga memiliki 515 spesies mamalia atau sekitar 12 persen dari spesies mamalia yang ada di dunia dan merupakan tertinggi kedua setelah Brazil, serta memiliki kekayaan reptilia mencapai 781 spesies atau sekitar 16 persen dari spesies reptil di dunia.
35 spesies primata menempatkan Indonesia pada peringkat keempat dunia untuk kekayaan  reptil dan primata.  Indonesia merupakan habitat bagi 17 persen atau 1.592 spesies dari total spesies burung dunia dan 270 spesies amfibi yang menempatkan Indonesia pada posisi kelima dan keenam terbesar di Indonesia.
 
sumber :
  1.  http://www.greenradio.fm/news/latest/6210-klh-data-keragaman-hayati-indonesia-gambar
  2.  http://www.menlh.go.id/dialog-interaktif-pengetahuan-tradisional-dalam-kerangka-protokol-nagoya/      
  3. Sumber:www.menlh.go.id|son
  4. http://www.antaranews.com/berita/308708/ruu-ratifikasi-protokol-nagoya-segera-disahkan
  5. http://jdih.ristek.go.id/?q=berita/pembahasan-ruu-pengesahan-protokol-nagoya
  6. http://www.seruu.com/kota/regional/artikel/lindungi-kekayaan-hayati-pemerintah-siapkan-ruu-ratifikasi-protokol-nagoya
  7. Sumber gambar : http://jdih.ristek.go.id/?q=system/files/image/pic%20nagoya.jpg&1317980292

Tidak ada komentar:

Posting Komentar